Festival
Dingklik Pasinan
Kursi adalah sebuah perabotan rumah yang biasa digunakan sebagai
tempat duduk. Pada umumnya, kursi memiliki 4 kaki yang digunakan untuk menopang beban di atasnya. Kursi merupakan salah satu perabot tertua dan utama dikalangan
masyarakat sekarang, kursi baru dipakai secara luas pada abad XVII. Saat itu
kursi merupakan simbol kekuasaan dan martabat. Sebab kebanyakannya masyarakat
dari warga biasa, duduknya dengan menggunakan dingklik (bangku
kecil), bangku panjang, atau peti kayu.
Serupa
dengan Mesir, pada masyarakat Yunani kuno, (110-400 SM), kursi menentukan
status sosial pemiliknya. Namun, bangsa itu sempat menorehkan prestasi dengan
menemukan model kursi cantik, klysmos. Kursi tanpa tangan ini
berbentuk khas, dua kaki depannya melengkung seperti huruf C menganga ke depan,
sebaliknya, dua kaki belakangnya seperti hurup C menghadap ke belakang.
Sandarannya pun melengkung. Akibatnya, dari samping kursi itu bersiluet S.
Kursi yang dudukannya terbuat dari dudukan tali itu ngetrend kembali
pada awal abad XIX dan XX.
Kursi lipat merupakan
salah satu contoh jenis kursi yang sudah cukup terkenal. Dinamakan kursi lipat
karena kursi ini bisa dilipat saat tidak digunakan sehingga lebih praktis
ketika disimpan. Berdasarkan strukturnya, kursi lipat bisa dibedakan menjadi 2
macam yakni kursi lipat meja dan kursi lipat tanpa meja. Masing-masing jenis
kursi lipat ini mempunyai manfaat dan penggunaan yang berbeda-beda.
Dusun
Pasinan Desa Karang bendo kec. Tekung Kabupaten Lumajang, adalah sebuah dusun
yang dikenal luas sebagai penghasil meubelair khususnya pembuatan kursi, sofa
dan Industri
meubelair lainnya. Hasil industry meubelair yang dikerjakan di dusun pasinan
tersebut, dipasarkan tidak hanya di Lumajang dan sekitarnya. Namun pasarnya
telah merambah hingga ke Bali, Lombok, Sumbawa dan NTT.
Dalam rangka untuk memacu
semangat dan kreatifitas para pekerja dan pengusahanya, pada pertengahan mei
2017 yang lalu, telah diselenggarakan festival yang dilabel dengan festival
dingklik, dengan mengambil istilah dari Bahasa jawa. Dalam festival pembuatan
sofa tersebut, penilaian tidak hanya pada kecepatan dalam proses pembuatannya.
Tetapi juga dinilai dari model, pemilihan warna, kekuatan dan tentu saja
kecepatan prosesnya.
Hadir dalam kesempatan
festival itu Bupati Lumajang Drs. As’at M.Ag bersama staf Pemerintah Daerah
lainnya, dan dalam sambutannya Bupati Lumajang menyampaikan “ bahwa festival
ini bukan hanya sekedar ajang lomba, namun diharapkan dengan adanya festival
ini akan muncul inovasi dan kreasi baru dalam industry meubelair”
Festival dingklik di dusun
pasinan desa Karang bendo kec. Tekung ini diakhiri dengan penyerahan trhopy
pemenang festival oleh Bupati Lumajang Drs. As’at. M.Ag. (kim/c.a )
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !